Homeostasis VS Non-Homeostasis Eating

overeating

Berbicara tentang kebiasaan makan secara berlebihan, ternyata tidak sedikit yang mengalaminya. Banyak yang kesulitan dalam mengontrol nafsu makan sehingga berat badanpun semakin sulit dikontrol. Penelitian menunjukkan bahwa kegemukan merupakan sebab dari kurangnya aktivitas fisik dan makan terlalu banyak. Benarkah sesederhana begitu? Tim Lagizi akan membahasnya secara mendalam.

Kegemukan merupakan masalah yang kompleks. Dalam regulasi yang mengontrol berat badan, salah satu hal yang menentukan adalah efek neurobiologi yang mempengaruhi nafsu makan. Seperti yang kita ketahui, penderita obesitas cenderung makan secara berlebihan sehingga seringkali dianggap rakus. Namun apa penyebab makan berlebihan ini? Apakah akibat dari kondisi keseimbangan tubuh (homeostasis) atau tidak (non-homeostasis).

Pada dasarnya, tubuh memiliki sistem pengatur berat badan alaminya sendiri. Contohnya seperti respons rasa lapar dan kenyang. Otak akan mencoba mengatur asupan energi yang masuk dan energi yang keluar untuk menjaga agar cadangan energi dalam tubuh tetap optimal. Terlalu sedikit makanan yang dikonsumsi akan memicu rasa lapar.

Homeostasis

Keseimbangan (homeostasis) adalah tanggapan respons otak terhadap kebutuhan energi. Pengaturan pada asupan makanan ini menentukan seberapa banyak makanan yang dikonsumsi melalui respons yang dihasilkan oleh sistem pencernaan. Usus memiliki sensor yang sangat spesifik dalam mendeteksi protein, karbohidrat maupun lemak. Jika lambung mendeteksi banyak makanan, maka semua informasi tersebut akan dikirimkan ke otak (umumnya saraf vagus) untuk memberitahukan batang otak bahwa banyak makanan di usus sehingga Anda tidak perlu makan lagi karena asupan telah tercukupi.

hipotalamus

Proses kenyang ini berkaitan dengan homeostasis energi yang mengukur jumlah lemak yang terdapat pada tubuh, sehingga antara jumlah lemak dan hipotalamus otak saling berhubungan. Hipotalamus adalah bagian otak yang mengatur lemak dalam tubuh dengan memproduksi hormon leptin. Hormon leptin bertugas untuk mengirim sinyal ke otak bagian hipothalamus untuk memberitahu bahwa tubuh sudah mendapat cukup makanan dengan meredam nafsu makan. Hormon leptin diproduksi di dalam sel lemak, jadi semakin besar sel lemak maka semakin banyak juga kadar hormon leptin di tubuh manusia.

Perut akan terasa lapar jika cadangan lemak rendah, makan terlalu sedikit atau kebanyakan beraktivitas fisik. Hipotalamus akan menginformasikan untuk menampung asupan makanan lebih banyak walau melewati ambang batas rasa kenyang. Begitulah cara homeostasis tubuh melawan defisit kalori besar dalam waktu singkat.

Pada kondisi tubuh dan hormon yang bekerja secara normal, kondisi ini tentunya bagus karena memastikan agar tubuh berada di kondisi yang optimal dalam jangka panjang. Permasalahan muncul apabila tidak berfungsinya hormon leptin sebagaimana mestinya. Orang yang menderita obesitas memiliki kadar hormon leptin yang sangat tinggi, akan tetapi tubuhnya tidak lagi memberikan sinyal pada otak yang menandakan tubuh sudah mendapat cukup makanan. Mereka secara tidak sadar akan terus menerus mengonsumsi makanan oleh karena bagian otaknya menganggap tubuh masih membutuhkan makanan, kondisi ini disebut dengan Leptin Resistance. Inilah penyebab mengapa orang yang mengalami kegemukan mudah untuk bertambah gemuk lagi.

overeat

Non-Homeostasis

Sedangkan penyebab gemuk akibat non-homeostasis adalah makan untuk alasan lain selain kebutuhan keseimbangan energi. Makan karena homeostasis dapat diibaratkan seperti ucapan “saya lapar, saya butuh makan”, dan makan karena non-homeostasis seperti “Saya sedang ada pesta dan banyak makanan, tapi saya sudah makan. Saya hanya ingin mencicipi rasanya saja” atau “makanan ini enak sekali, saya susah untuk berhenti memakannya.”

Baik karena homeostasis maupun non-homeostasis, keduanya dapat menyebabkan makan secara berlebihan. Dengan memahami perbedaan antara keduanya semoga dapat memudahkan Anda dalam mencapai atau mempertahankan berat badan ideal.

Writer  : Novia Akmaliyah, S.Gz

Editor & Proofreader: Jansen Ongko, MS.c, RD

Referensi         :

  • http://www.ask-jansen.com
  • Lennon D. 2016. Why do we overeat?: Homeostatic vs. non–homeostatic eating. [tersedia pada: https://medium.com/@dannylennon/why-do-we-overeat-homeostatic-vs-non-homeostatic-eating-1d2e8e33ddce#.dgqtl7dax]