Makanan Olahan, Sehatkah?

Makanan olahan tidak hanya makanan microwave dan makanan siap saji saja. Istilah ‘makanan olahan’ berlaku untuk setiap makanan yang telah diubah dari keadaan alaminya melalui berbagai proses pengolahan. Ini artinya, Anda bisa saja makan lebih banyak makanan olahan daripada yang disadari.

Makanan olahan tidak selalu tidak sehat, namun apapun yang telah diolah bisa mengalami tambahan gula, garam, dan lemak. Salah satu cara menghindari penambahan tersebut adalah dengan memasak makanan sendiri.

Keuntungan memasak sendiri adalah Anda mengetahui dengan pasti apa yang Anda tambahkan ke dalam masakan, termasuk jumlah penambahan gula dan garam. Meskipun begitu, makanan buatan sendiri terkadang menggunakan bahan-bahan olahan.

Apa yang dianggap makanan olahan?

Sebagian besar makanan yang dibeli di supermarket telah mengalami proses pengolahan dengan berbagai cara. Makanan olahan yang umumnya ditemui antara lain:

  • Sereal sarapan
  • Keju
  • Buah kalengan
  • Roti
  • Makanan ringan, seperti keripik
  • Daging olahan, seperti nugget, sosis
  • Makanan siap saji
  • Minuman, seperti susu, soft drink

Teknik yang biasa digunakan untuk makanan olahan adalah pembekuan, pengalengan, pengeringan, baking dan pasteurisasi.

Tidak semua makanan olahan merupakan pilihan yang buruk untuk dikonsumsi. Beberapa makanan memerlukan proses pengolahan untuk membuatnya tetap aman, seperti susu yang membutuhkan proses pasteurisasi untuk menghilangkan bakteri berbahaya.

Pembekuan buah dan sayur dapat mempertahankan sebagian besar vitamin yang terkandung di dalamnya. Sementara produk kalengan (pilih tanpa penambahan gula dan garam) dapat lebih praktis disimpan, dimasak dan dapat menjadi pilihan makanan.

Apa yang membuat makanan olahan kurang sehat?

Komposisi makanan seperti garam, gula, dan lemak biasanya ditambahkan ke dalam makanan olahan untuk membuat cita rasa makanan lebih menarik dan tahan lama.

Hal inilah yang membuat seseorang mengonsumsi lebih banyak bahan tambahan pangan dari yang dianjurkan, karena mereka tidak mengetahui seberapa banyak penambahan bahan tambahan tersebut ke dalam makanan yang mereka beli dan konsumsi. Biasanya, makanan olahan juga tinggi akan kalori yang berasal dari penambahan gula atau lemak. Hal inilah yang membuat makanan olahan kurang sehat.

Selain itu, saat ini juga banyak beredar daging olahan, yang apabila dikonsumsi secara berlebihan (lebih dari 90 g perhari) dapat meningkatkan risiko kanker usus. Beberapa penelitian juga menyebutkan, bahwa mengonsumsi daging olahan dalam jumlah besar dapat meningkatkan risiko penyakit kanker atau sakit jantung.

Apakah daging olahan itu?

Daging olahan merujuk kepada daging yang telah diawetkan dengan asap, pengasinan atau penambahan pengawet lainnya. Sosis, bacon, ham, dan salami merupakan beberapa contoh daging olahan yang banyak dikonsumsi di masyarakat.

Hal yang perlu diingat adalah istilah “proses atau olahan” diterapkan untuk berbagai makanan dalam arti luas, banyak dari makanan tersebut dapat di konsumsi sebagai makanan sehat dan gizi seimbang.

Bagaimana makanan olahan dapat menjadi diet sehat?

Membaca label gizi pada kemasan makanan dapat membantu Anda menentukan produk makanan olahan apa yang akan Anda konsumsi, yaitu dengan memperhatikan kandungan lemak, garam, dan penambahan gula.

Menambahkan tomat kalengan pada list belanja Anda merupakan salah satu contoh cara yang baik untuk tetap melakukan diet sehat. Tomat kaleng dapat disimpan lebih lama dan harganya lebih murah daripada tomat segar. Namun, jangan lupa untuk memperhatikan label gizinya  untuk meyakinkan makanan tersebut tidak di tambahkan gula dan garam.

Kebanyakan produk kemasan memiliki label kandungan gizi di samping atau belakang kemasan. Label ini termasuk informasi mengenai kandungan protein, karbohidrat, dan lemak. Ada juga beberapa kemasan yang menyediakan informasi tambahan meliputi lemak jenuh, garam, sodium dan gula. Semua label gizi dalam kemasan tersebut disajikan per 100 gram atau per porsi.

Bagaimana cara untuk mengetahui makanan olahan kaya lemak, lemak jenuh, gula atau garam?

Berikut kami jelaskan cara untuk menentukan makanan tersebut berkategori tinggi atau rendah lemak, lemak jenuh, garam dan gula:

Lemak Total (Total fat)

Tinggi lemak : lebih dari 17,5 g lemak per 100 g produk.

Rendah lemak : 3 g lemak per 100 g produk atau kurang.

Lemak Jenuh (Saturated fat)

Tinggi lemak jenuh : lebih dari 5 g lemak jenuh per 100 g produk.

Rendah lemak jenuh : 1,5 g lemak jenuh per 100 g produk atau kurang.

Gula (Sugars)

Tinggi gula : lebih dari 22,5 g total gula per 100 g produk.

Rendah gula : 5 g total gula per 100 g produk atau kurang.

Garam

Tinggi garam : lebih dari 1,5 g garam per 100 g produk (atau 0,6 g sodium)

Rendah garam : 0,3 g garam per 100 g produk atau kurang (atau 0,1 g sodium)

 Contohnya, jika Anda ingin mengurangi konsumsi lemak jenuh, cobalah untuk membatasi makanan yang mengandung lemak jenuh lebih dari 5 gram lemak jenuh per 100 g produk.

Walaupun begitu, sesehat apapun makanan olahan atau makanan siap saji, pasti kandungan lemak dan penambahan bahan tambahan pangannya jauh lebih tinggi daripada makanan buatan sendiri. Bukan berarti makanan buatan sendiri tidak ada yang tinggi lemak, garam, dan gula, namun jika Anda yang membuat makanan sendiri, pasti Anda akan lebih memperhatikan penambahan bahan tambahan pangan tersebut.

Ketika Anda memasak di rumah

Ketika Anda memasak di rumah, perhatikan penggunaan gula dan garam tambahan dalam makanan, juga gunakan minyak yang baik untuk memasak.