Efek Hormon Stres

cortisol stress

Anda tentunya sering mendengar bahwa stres itu berbahaya untuk kesehatan. Tidak jarang pula stres dihubungkan dengan munculnya berbagai penyakit serius pada tubuh manusia.

Tetapi tahukah Anda apa yang sebenarnya terjadi di tubuh saat berada di kondisi tersebut? Artikel ini akan membahas stres dari sudut pandang hormonal.

Di saat stres, tubuh menghasilkan lebih banyak hormon kortisol sebagai bentuk kompensasi. Kortisol adalah hormon steroid yang umumnya diproduksi oleh kelenjar adrenal. Hormon ini mempengaruhi berbagai organ tubuh seperti jantung, sistem saraf pusat, ginjal, dan kehamilan. Selain itu, hormon kortisol juga terlibat pada respon stres, sistem kekebalan tubuh, peradangan, metabolisme karbohidrat, pemecahan protein, mengatur kadar elektrolit darah dan perilaku.

Pada prinsipnya, kortisol diproduksi di hati dan dipecah pada jaringan otot dan lemak untuk meningkatkan gula darah. Oleh karena itu, kortisol dikatakan memiliki sifat diabetogenik karena dapat meningkatkan produksi glukosa melalui metabolisme karbohidrat/glukosa.

Peran Hormon Kortisol pada Tubuh

Pada rongga tubuh, kortisol dapat menghambat pembentukan kolagen. Kelebihan glukokortikoid termasuk kortisol dapat mengakibatkan penipisan lapisan kulit dan jaringan yang menopang pembuluh darah kapiler sehingga membuat tubuh rentan mengalami cedera.

Pada jaringan tulang, kortisol menghambat dan menurunkan pembentukan tulang baru karena sifatnya yang menghambat penyerapan kalsium pada saluran pencernaan. Inilah mengapa dalam jangka panjang memiliki kadar kortisol yang tinggi dapat mengakibatkan osteoporosis.

Pada sistem kardiovaskular, kortisol diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan tekanan darah dengan pemeliharaan fungsi jantung dan respon pembuluh darah.

Pada sistem saraf pusat, kortisol dapat mempengaruhi perilaku dan aspek psikologis. Kasus depresi merupakan hal yang sering dijumpai pada terapi hormon glukokortikoid. Penderita depresi tanpa terapi ini sering menunjukkan peningkatan dan perubahan pola waktu sekresi kortisol yang diikuti dengan perubahan jam biologis.

Pada kehamilan, kortisol berperan terhadap kematangan sistem saraf pusat, retina, kulit, saluran pencernaan, dan paru-paru pada bayi yang berada dalam kandungan. Bayi yang lahir prematur terkadang mendapatkan terapi glukokortikoid sebagai stimulan pertumbuhan.

Sebagai glukokortikoid, kortisol memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peradangan dan sistem kekebalan tubuh. Kortisol akan menghambat pembentukan asam arachidonic yang berperan dalam menghasilkan leukosit dan sistem kekebalan tubuh. Kortisol juga menghambat produksi tromboksana dan prostaglandin saat terjadi inflamasi sehingga sistem kekebalan tubuh akan menurun.

Peran Hormon Kortisol pada Metabolisme

Hormon kortisol berperan pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, dimana kortisol dapat meningkatkan kadar glukosa darah sehingga merangsang pelepasan insulin dan menghambat masuknya glukosa ke dalam sel otot. Peningkatan produksi glukosa ini diikuti oleh bertambahnya ekskresi nitrogen, dimana hal tersebut menunjukkan terjadinya pemecahan protein menjadi karbohidrat/glukosa. Peningkatan kadar insulin merangsang pembentukan lemak dan menghambat pemecahan lemak sehingga mengakibatkan peningkatan cadangan lemak, peningkatan pelepasan asam lemak, dan gliserol ke dalam darah.

Hormon ini juga menyebabkan pembentukan glukosa pada jaringan perifer dan hati. Di perifer steroid, kortisol mempunyai efek katabolik. Efek katabolik inilah yang menyebabkan terjadinya pembesaran pada jaringan limfoid, pengurangan massa otot, osteoporosis tulang, penipisan kulit, dan keseimbangan nitrogen menjadi negatif.

Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat adalah sebagai berikut:

  1. Merangsang pembentukan glukosa dengan cara meningkatkan enzim terkait dan pengangkutan asam amino dari jaringan ekstrahepatik, terutama dari otot.
  2. Menurunkan pemakaian glukosa oleh sel.
  3. Peningkatan kadar glukosa darah dan “diabetes adrenal” dengan menurunkan sensitivitas jaringan terhadap insulin.

 

Efek kortisol terhadap metabolisme protein adalah sebagai berikut:

  1. Menurunkan protein sel.
  2. Meningkatkan protein hati dan protein plasma.
  3. Meningkatkan kadar asam amino darah, berkurangnya pengangkutan asam amino ke sel-sel ekstra hepatik, dan peningkatan pengangkutan asam amino ke sel-sel hati.

 

Efek kortisol terhadap metabolisme lemak adalah sebagai berikut:

  1. Mobilisasi asam lemak akibat berkurangnya pengangkutan glukosa ke dalam sel lemak sehingga menyebabkan asam-asam lemak dilepaskan.
  2. Obesitas akibat kortisol berlebihan karena penumpukan lemak yang berlebihan di daerah dada dan kepala, sehingga badan bulat dan wajah “moon face”. Kondisi ini disebabkan oleh perangsangan berupa asupan makan secara berlebihan disertai pembentukan lemak di beberapa jaringan tubuh yang berlangsung lebih cepat daripada mobilisasi dan oksidasinya.

Sekresi Hormon Kortisol

Sekresi kortisol oleh korteks adrenal diatur oleh hipotalamus dan hipofisis anterior. Hormon adrenokortikotropik (ACTH) dari hipofisis anterior merangsang korteks adrenal untuk mengeluarkan kortisol.

Tingkat kortisol dalam darah bervariasi sepanjang hari. Pada pagi hari, kortisol berada pada tingkat paling tinggi karena membantu tubuh untuk bangun dan menyediakan energi di siang hari. Kemudian tingkat kortisol semakin menurun dan mencapai titik terendah setelah tengah malam. Kortisol akan meningkat 20-30 menit setelah bangun tidur mencapai 77%, hal ini berkaitan dengan kelenjar hipofisis adrenal untuk menghadapi stres.

cortisol-levels crop

Kadar kortisol rata-rata pada pagi hari adalah 5-23 mikrogram per desiliter (mcg/dL), atau 138-635 nanomol per liter (nmol/L), sedangkan kadar kortisol rata-rata pada sore hari adalah 3-16 mcg/dL atau 83-441 nmol/L.

Pada dasarnya kortisol bukanlah hormon yang ‘jahat’, karena tubuh membutuhkan hormon ini untuk berfungsi normal. Walau begitu, kelebihan kortisol dapat berakibat buruk untuk kesehatan. Untuk itu, milikilah manajemen stres yang baik agar kadar kortisol tubuh tetap terkendali. Semoga bermanfaat

Writer  : Novia Akmaliyah, S.Gz

Editor & Proofreader: Jansen Ongko, MS.c, RD

Referensi         :

  • Anwar R. 2005. Biosintesis, sekresi, dan mekanisme kerja hormon. Universitas Padjajaran. Bandung.
  • Chan S, Debono M. 2010. Replication of cortisol circadian rhythm: new advances in hydrocortisone replacement therapy. Ther Adv Endocrinol Metab. 1(3): 129-138. DOI: 10.1177/2042018810380214.
  • Fries E, Dettenborn L, Kirschbaum C. 2009. The cortisol awakening response (CAR): facts and future directions. Int J Psychophysiol. 72(1):67–73.
  • http://www.webmd.com/a-to-z-guides/cortisol-14668?page=2
  • Nussey S, Whitehead S. 2001. Endocrinology: An Integrated Approach. George’s Hospital Medical School, London: BIOS Scientific Publishers Ltd.
  • Rea MS, Figueiro MG, Sharkey KM, Carskadon MA. 2012. Relationship of morning cortisol to cardian phase and rising time in young adults with delayed sleep times. International Journal of Endocrinology. Vol 2012, Article ID 749460.