Psikologi Diet: Hidup untuk Makan?

foto-kenali-ciri-kecanduan-makanan

Baik makanan dan minuman tidak pernah ada habisnya untuk diperbincangkan. Manusia tidak bisa lepas dari makanan, bahkan ada yang mengatakan ‘makan untuk hidup’.

Sejak lahir, kegiatan mengunyah, menelan, hingga mencerna telah dilakukan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan, sehingga mencari dan menikmati makanan adalah salah satu aspek yang mendasar dalam kehidupan manusia.

Masalah makanan tidak hanya terbatas pada mencari dan menikmati makanan saja, melainkan menahan dan mengurangi porsi makan atau yang dikenal dengan istilah “Diet”. Dalam psikologi, permasalahan yang berhubungan dengan diet berkaitan erat dengan dua insting mendasar, yaitu: insting seks (seseorang dengan kelebihan berat badan akan lebih susah memperoleh pasangan) dan insting mempertahankan diri (seseorang dengan kelebihan berat badan mempunyai pilihan pekerjaan yang lebih sempit, sehingga kemampuan bertahannya menjadi lebih rendah).

Angka obesitas pada anak di Amerika Serikat meningkat tiga kali lipat hanya dalam waktu dua puluh tahun. Hal ini menunjukkan bahwa masalah berat badan (obesitas) merupakan masalah serius pada negara maju yang harus segera ditangani. Tidak menutup kemungkinan Indonesia akan mengalami fenomena yang sama.

Pada umumnya, yang memegang kendali atas makanan apa yang dikonsumsi dan besar makanan yang masuk ke dalam tubuh adalah diri kita sendiri.

Fisiologi Tubuh

Benarkah klaim bahwa makanan dapat menimbulkan ketagihan? Hal ini berkaitan dengan kerja otak dalam mengatur kegiatan makan. Perilaku makan diatur oleh hipotalamus yang terletak di tengah otak. Sisi luar (lateral) hipotalamus adalah bagian yang membuat rasa lapar, sedangkan bagian depan-tengah (ventromedial) hipotalamus adalah bagian yang memberikan rasa kenyang.

Saat perut kosong, tubuh akan mengeluarkan hormon Ghrelin yang akan dikirimkan menuju Lateral Hypotalamus (LH) dan membuat LH mengeluarkan zat lapar, yaitu Neuropeptide Y. Zat ini memberi sinyal bahwa tubuh lapar dan meningkatkan selera untuk makan. Ghrelin juga menghambat hormon yang menginformasikan pada otak bahwa tubuh merasa kenyang (zat kenyang), yaitu Proopiomelanocortin (POMC).

Saat tubuh kekurangan energi akibat tidak makan, glukosa dalam darah dan insulin tubuh akan menurun. Informasi ini akan diterima LH dan ikut menjadi pendorong keluarnya Neuropeptide Y dengan menghambat produksi POMC.

Sebaliknya, saat perut terisi penuh, level glukosa darah dan insulin meningkat, sehingga LH kembali menurunkan Neuropeptide Y dan membiarkan POMC memberi sinyal ke otak bahwa tubuh kenyang.

Proses ini melibatkan leptin, zat yang dihasilkan lemak tubuh yang menghambat Neuropeptide Y dan menambah produksi POMC. Selain melalui darah, informasi kenyang juga dapat disalurkan langsung melalui saraf, dengan sebuah peptida bernama Cholecystokinin (CCK) sehingga tubuh dapat segera menghentikan makan sebelum lambung terisi penuh.

Ketagihan Makanan

Manusia sering tidak menghiraukan sinyal yang dikeluarkan tubuh. Terkadang seseorang sibuk mengerjakan sesuatu dan lupa makan sehingga tubuh akan membuat sistem lain untuk mendapatkan jaminan makanan. Sistem ini bernama rasa nikmat, dimana saat makanan masuk ke dalam tubuh, zat dopamin dilepaskan ke bagian otak sistem limbik yang bernama striatum (bagian otak untuk merasakan kenikmatan dari makanan). Dopamine ini memberikan rasa nikmat pada otak, sehingga kegiatan makan menjadi kegiatan yang menyenangkan. Akibatnya manusia akan dengan lahap memakan makanan yang tersedia di sekitar dirinya.

Pada umumnya, manusia memiliki kebiasaan mencari kenikmatan, yang disebut dengan rewarding system. Jika ia memperoleh kenikmatan dari sebuah kegiatan, kesempatan berikutnya pasti akan mengulangi kegiatan tersebut. Oleh karena itulah tercipta dua bentuk lapar, yaitu lapar fisik dan lapar mata. Lapar fisik merupaan lapar yang disebabkan karena proses fisiologis tubuh melalui Ghrelin, glukosa darah, dan insulin, sedangkan lapar mata adalah rasa lapar (selera makan) untuk mendapatkan rasa nikmat dari dopamine.

Lembaga Scientific American Mind menyatakan bahwa bagian otak yang mendapatkan kenikmatan dari dopamine (Striatum) adalah bagian yang sama dengan yang mendapatkan kenikmatan dari narkotika, sehingga, makanan dapat menyebabkan ketagihan.

Orang yang obesitas atau kelebihan berat badan memiliki reseptor dopamine yang hipersensitif, sehingga mengonsumsi sedikit saja makanan yang disukai akan menimbulkan efek ketagihan. Reseptor dopamine dapat berubah menjadi hipersensitif karena efek ‘balas dendam’. Pemicu efek ini adalah melakukan diet ketat, contohnya menolak jenis makanan tertentu (biasanya yang berkalori tinggi seperti nasi). Masalahnya manusia cenderung memiliki masa ‘balas dendam’, dimana ada satu waktu akan mengonsumsi semua makanan yang disukai sebagai efek kompensasi atas diet ketat yang dilakukan. Pola makan yang terlalu memanjakan tubuh dengan makan tanpa kontrol ini dapat membuat reseptor dopamine menjadi hipersensitif dan membuat tubuh menjadi terobsesi pada makanan yang dihindari tersebut. Ketagihan pada makanan pun terjadi dan orang yang sudah sampai pada tahap ini akan mengalami kesulitan untuk mengontrol masuknya makanan ke dalam tubuhnya.

Permasalahan lainnya adalah tubuh tidak memiliki sistem yang mengingatkan bahwa berat badan sudah mencapai over-weight atau obese. Tubuh hanya memiliki sistem yang akan panik saat berat badan menurun. Jadi, jika berat anda naik dari 60 kg sampai 80 kg, sistem tubuh akan menanggapi dengan tenang. Tapi, jika kemudian berat badan turun dari 80 kg menjadi 75 kg, tubuh akan memerintahkan untuk makan agar bisa kembali ke titik 80 kg.

 

 

Kesimpulan

Psikologi menyimpulkan bahwa bentuk diet yang terbaik untuk menurunkan berat badan adalah diet dengan logis atau sewajarnya. Makanlah dengan porsi sedikit dibawah porsi Anda sekarang, dan ditambahkan dengan olahraga secara rutin. Selain itu jangan selalu mendengarkan tubuh Anda yang ‘panik’ dengan membuat rasa lapar. Jangan menghindari satu jenis makanan tertentu, lebih baik Anda menguranginya karena dengan menghindari dapat menimbulkan efek kompensasi. Jika terjadi peningkatan berat badan, jangan ditangani dengan mengurangi porsi makan secara ekstrem.

Dalam buku yang bejudul Human Development menyatakan bahwa penyebab utama kematian manusia bukanlah penurunan fungsi tubuh (degenerasi), melainkan lebih disebabkan oleh gaya hidup yang tidak bertanggung jawab, seperti tidak menjaga pola dan komposisi makan. Oleh karena itu perbaiki gaya hidup Anda agar mendapatkan hidup yang lebih berkualitas.

Writer  : Novia Akmaliyah, S.Gz

Editor & Proofreader: Jansen Ongko, MS.c, RD

Referensi         :

  • Ongko, J. 2015. Awas, Kecanduan Makanan. [tersedia pada: http://www.ask-jansen.com/awas-kecanduan-makan/]. diakses pada 08 Januari 2016.
  • Psikologi dan Kaitannya dengan Makanan. [tersedia pada: http://www.psikoterapis.com/?en_psikologi-dan-kaitannya-dengan-makanan,94]. diakses pada 07 Januari 2016.